Translate

Warna Gigi Alami dan Budaya: Cerita di Balik Estetika dan Kebiasaan Sehari-hari

Gigi dengan warna alami dengan lidah yang menjulur keluar
Photo by Girl With Red Hat on Unsplash

Putih bersinar,

Kuning gading,

Putih keabu-abuan,

dan warna-warna lainnya.

Mungkin kamu tahu kalau warna gigi alami itu putih bersinar yang jadi tolak ukur dalam estetika gigi. Namun, apakah benar warna gigi alami itu berlaku secara universal?

Eits.. belum tentu..

Berbagai negara punya anggapan pada warna alami gigi yang dipengaruhi sama budaya, kebiasaan makan minum, kebiasaan lingkungan saat makan dan minum atau kegiatan lainnya. 

Bahkan ada beberapa warna gigi alami bisa mempengaruhi vibe senyum kamu loh!

Penasaran apa sih yang bisa dikatakan sama warna gigi alami kamu? Simak terus artikel ini sampai habis!

Warna Gigi Alami dengan Budaya Minum Teh & Kopi


Kebiasaan minum teh dan kopi berperan besar dalam membentuk warna gigi alami masyarakat di berbagai negara.

Studi dari Italian Food Journal oleh Kim, S., Son, J. E., Larnani, S., Sim, H.-Y., Yun, P.-Y., Kim, Y.-J., & Park, Y.-S. (2024) menunjukkan bahwa konsumsi teh pekat (seperti di Jepang dan China) atau kopi tanpa susu (seperti di Ethiopia dan Turki) memberikan efek pigmentasi alami pada gigi. 

Ini bukanlah indikasi buruknya kesehatan gigi, melainkan reaksi kimia alami dari tannin terhadap permukaan enamel.
  • Di Jepang, teh hijau dan matcha dinikmati setiap hari, dan masyarakatnya tidak terlalu terobsesi pada warna gigi putih.
  • Di Timur Tengah dan Afrika, kopi pahit menjadi bagian dari ritual sosial.
Ini menunjukkan bahwa warna gigi alami tidak lepas dari konteks budaya saat kegiatan makan dan minum di suatu negara.

Apa Kata Perawatan Gigi pada Warna Gigi Alami dan Budaya?

Studi oleh Ghinea, R., Herrera, L. J., Ruiz-López, J., Sly, M. M., & Paravina, R. D. (2025) mengungkapkan adanya perbedaan besar dalam persepsi estetika gigi antara negara Barat dan Asia.

Orang Eropa cenderung menerima warna alami gigi sebagai bagian dari penuaan alami dan pengalaman hidup. Sedangkan masyarakat Amerika dan Korea Selatan, punya keharusan untuk menggunakan pemutih gigi sebagai bentuk kontrol terhadap penampilan.

Namun di negara-negara berkembang, perawatan gigi estetis seringkali tidak menjadi prioritas utama. Bukan karena abai, tapi karena fungsi gigi lebih dikaitkan dengan kenyamanan makan dan kesehatan oral dasar.

Psikologi di Balik Warna Gigi Alami dan Budaya Estetika

Psikologi juga menjelaskan dalam cultural constructivism akan persepsi estetika sangat dibentuk oleh nilai-nilai sosial dan pengalaman kolektif.

Kita cenderung mengaitkan “putih = bersih” padahal karena itu pengaruh media, iklan pasta gigi, hingga standar selebritas. 

Namun menurut Social Comparison Theory (Festinger, 1954) juga menilai diri sendiri melalui perbandingan sosial dan inilah yang memengaruhi rasa percaya diri saat tersenyum.

Warna gigi alami bisa jadi sumber rasa malu bagi sebagian orang, padahal secara medis tidak menunjukkan masalah. Maka dari itu, perlu adanya pemahaman kalau gigi kuning alami bukan berarti kotor atau tak terawat, terutama jika disebabkan oleh pigmen makanan, teh, kopi, atau faktor genetik.

Kenapa Warna Gigi Alami dan Budaya Perlu Diterima?

Lelah mengejar putih ideal?

Tenang.. Kalau dari penelitian Haralur, Dibas, Almelhi, & Al-Qahtani (2014) menyebut bahwa tingkat kekuatan dan kesehatan gigi tidak selalu berbanding lurus dengan warnanya.

Sebenarnya lapisan dentin yang lebih tebal secara alami bakal kasih warna kuning dan sering kali menandakan enamel yang masih utuh.

Kalau kamu sudah memahami warna gigi alami dan budaya di baliknya, maka kamu bisa belajar lebih toleran terhadap perbedaan warna gigi alami pada setiap orang dari sisi estetika. 

"Memang gigi itu bagian dari identitas visual kita. Namun, setiap senyum membawa kisah tersendiri."

Jadi...

"Warna gigi alami bisa dibilang sebagai narasi budaya."

Di balik warna gigi yang tak putih sempurna, ada teh hangat di pagi hari, kopi hitam dalam pertemuan keluarga, dan sejarah panjang tanpa pemutih gigi.

Warna gigi alami adalah bagian dari narasi budaya yang layak dirayakan, bukan disembunyikan.

Apakah kamu juga tumbuh dalam budaya yang erat dengan teh atau kopi? Atau punya pengalaman dengan standar kecantikan gigi yang bikin insecure?

Source:

  • Ghinea, R., Herrera, L. J., Ruiz-López, J., Sly, M. M., & Paravina, R. D. (2025). Color Ranges and Distribution of Human Teeth: A Prospective Clinical Study. Journal of esthetic and restorative dentistry : official publication of the American Academy of Esthetic Dentistry ... [et al.], 37(1), 106–116.
  • Goethals, G. R. (1986). Social Comparison Theory: Psychology from the Lost and Found. Personality and Social Psychology Bulletin, 12(3), 261-278. 
  • Haralur, S. B., Dibas, A. M., Almelhi, N. A., & Al-Qahtani, D. A. (2014). The Tooth and Skin Colour Interrelationship across the Different Ethnic Groups. International journal of dentistry, 2014, 146028.
  • Kim, Soyeon & Son, Ji & Larnani, Sri & Sim, Hye-Young & Yun, Pil-Young & Kim, Young-Jae & Park, Young-Seok. (2024). Effects of tea and coffee on tooth discoloration. Italian Journal of Food Science. 36. 64-71. 10.15586/ijfs.v36i4.2715. 

Postingan Populer