Geografi dan Kehidupan Manusia
Geografi dan Kehidupan Manusia
A.
Penyebaran Mahluk Hidup
Makhluk hidup yang
terdapat di negara kita tercinta ini sungguh kaya dan beragam. Dari Sabang
sampai Maroke, kekayaan makhluk hidup baik flora maupun fauna terbentang
beragam. Makhluk hidup beradaptasi dengan lingkungan tempat mereka hidup.
Masing-masing makhluk hidup memiliki perangkat khusus sebagai hasil dari
adaptasi sehingga mampu mengatasi masa-masa sulit yang ada pada setiap
lingkungannya. Tuhan telah menciptakan makhluk hidup dengan berbagai kelebihan,
termasuk kemampuan untuk beradaptasi sehingga makhluk hidup tersebut mampu
bertahan dengan perubahan lingkungan disekitar. Makhluk hidup yang ada sekarang
menempati bumi ini sejak jutaan tahun yang lalu.
1. Persebaran
Flora di Indonesia
Flora sering diartikan
sebagai dunia tumbuh-tumbuhan. Arti flora adalah semua
tumbuh-tumbuhan yang hidup di suatu daerah pada zaman tertentu. Keanekaragaman
flora Indonesia tergolong tinggi jumlahnya di dunia, jauh lebih tinggi dari
flora yang ada di Amerika dan Afrika. Demikian pula jika dibandingkan dengan
daerah-daerah yang beriklim sedang dan dingin. Tahukah Anda bahwa jenis
tumbuh-tumbuhan yang terdapat di Indonesia mencapai 25.000 species, yaitu
sekitar 10% jenis flora di dunia. Persebaran flora di Indonesia dibagi menjadi
tiga wilayah, yaitu:
1) Wilayah Indonesia
Bagian Barat
Wilayah ini, antara
lain mencakup Jawa Barat, Sumatra, Kalimantan, dan Irian Jaya. Di wilayah ini
terdapat banyak curah hujan sehingga memiliki hutan lebat yang terdapat banyak
pohon besar dan kecil dengan ketinggian kira-kira 60 meter, berdaun rindang
dengan mahkota daunnya bertingkat-tingkat, serta suasana di dalamnya lembap
karena banyak didapati beragam tumbuh-tumbuhan. Tumbuhan yang mendominasi wilayah ini yaitu dari famili Dipterocarpaceae seperti: kayu kruing (Dipterocarpaceae), kayu meranti (Shorea spp.), kayu kapur (Dryobalanops aromatica), dan kayu garu (Gonystylus bancanus).
Pohon Garu
2) Wilayah Indonesia
Bagian Timur
Di wilayah ini terdapat
hutan musim yang memiliki ciri pada musim kemarau daun-daun tanaman berguguran,
pohon-pohonnya lebih rendah daripada pohon hutan hujan tropis, pohon-pohonnya
lebih jarang, ketinggian pohonnya sekitar 12-35 m. Contohnya pohon jati di Jawa
Tengah dan Jawa Timur.
Pohon Jati
3) Wilayah Indonesia
Bagian Tengah
Di wilayah ini terdapat
daerah padang rumput yang diselingi oleh semak-semak, daerah ini dinamakan
savana. Di Pulau Flores, Sumbawa, dan Timor terdapat hutan dengan
rumput-rumputan pendek akibat curah hujan sedikit. Daerah ini cukup baik untuk
usaha peternakan. Contoh tumbuhan yang hidup di wilayah ini yaitu pohon eucalyptus.
Pohon Eucalyptus
Di Pulau Jawa, pantai timur Sumatra, dan Pantai Riau
terdapat hutan-hutan bakau karena di daerah ini banyak dijumpai dataran rendah
dan pantai yang berlumpur. Pohon bakau memiliki akar yang menjulang ke atas permukaan
air. Pada waktu air laut surut akar menjulang ke atas dan pada waktu air laut
pasang akar terendam. Pohon ini berguna menahan erosi dan kikisan ombak air
laut.
Sampai saat ini, hutan tropik di Indonesia mempunyai
kekayaan jenis flora dan fauna terutama yang masih liar, baik hewan atau
tumbuhan yang menyimpan sifat-sifat unggul seperti mempunyai perakaran kuat,
tahan terhadap penyakit, dan tahan terhadap kadar garam yang tinggi, belum
sepenuhnya dimanfaatkan secara optimal.
2. Persebaran
Fauna di Indonesia
Fauna sering juga
diartikan dunia hewan. Arti fauna adalah semua hewan yang hidup di
suatu daerah atau pada zaman tertentu, sedangkan uraian fauna Indonesia
terbatas pada zaman sekarang ini. Uraian fauna lebih ditekankan pada hewan
liar, sedangkan hewan yang dibudidayakan akan diuraikan pada peternakan.
Jenis-jenis dan persebaran
hewan yang ada di Indonesia mempunyai kaitan dengan sejarah terbentuknya
kepulauan Indonesia. Indonesia bagian barat, yang meliputi Sumatra, Kalimantan,
Jawa, dan pulau-pulau kecil di sekitarnya pernah menjadi satu dengan Benua
Asia. Indonesia bagian timur, Papua, dan pulau-pulau di sekitarnya pernah
menjadi satu dengan Benua Australia. Indonesia bagian tengah, Pulau Sulawesi
bersama pulau di sekitarnya, Kepulauan Nusa Tenggara dan Kepulauan Maluku,
merupakan wilayah yang tidak termasuk Benua Asia maupun Australia. Berikut ini pembagian persebaran fauna di Indonesia:
1) Pembagian
Fauna Menurut Wallace (1910)
Pada
tahun 1910 (tiga tahun sebelum ia wafat), Wallace dengan mempertimbangkan
keunggulan bentuk fauna Asia di Sulawesi, menyimpulkan bahwa fauna Sulawesi
tampak demikian khas, sehingga Wallace menduga bahwa Sulawesi dahulu pernah
bersambung dengan Benua Asia maupun Benua Australia. Wallace membuat garis yang
ditarik dari sebelah timur Filipina, melalui Selat Makassar dan antara Bali dan
Lombok yang dikenal dengan Garis Wallace dengan kemudian Wallace menggeser
garis yang telah ditetapkan sebelumnya ke sebelah timur Sulawesi (Wallace,
1910). Sulawesi merupakan daerah peralihan antara fauna Asia dengan fauna
Australia. Wallace mengelompokkan jenis fauna di Indonesia menjadi tiga,
yaitu:
Ø Fauna Asiatis (Tipe Asia),
menempati bagian barat Indonesia sampai Selat Makassar dan Selat Lombok. Di
daerah ini terdapat berbagai jenis hewan menyusui yang besar seperti, tapir
terdapat di Sumatra dan Kalimantan, banteng terdapat di Jawa dan Kalimantan, kera
gibon terdapat di Sumatra dan Kalimantan, dan lain – lain.
Kera Gibon di Sumatera
Ø Fauna tipe Australia,
menempati bagian timur Indonesia meliputi Papua dan pulau-pulau di sekitarnya.
Di daerah ini tidak didapatkan jenis kera, binatang menyusuinya kecil-kecil dan
jumlahnya tidak banyak. Hewan-hewan di Indonesia bagian timur mirip dengan
hewan Australia. Jenis hewan tipe Australia, antara lain cenderawasih, kasuari,
nuri ,raja udang, katak pohon, katak terbang, katak air dan lain – lain.
Cenderawasih
Ø Fauna peralihan,
menempati di antara Indonesia timur dan Indonesia barat, misalnya di Sulawesi
terdapat kera (fauna Asiatis) dan terdapat kuskus (fauna Australia). Di samping
itu terdapat hewan yang tidak didapatkan baik tipe Asiatis maupun tipe
Australia. Fauna Indonesia yang tergolong tipe peralihan adalah:
- Mamalia, terdiri atas anoa, babi rusa, kuskus, monyet hitam, sapi, banteng, dan kuda.
- Reptilia, terdiri atas biawak, komodo, kura-kura, dan buaya.
- Amfibi, terdiri atas katak pohon, katak terbang, dan katak air.
- Berbagai macam burung, terdiri atas maleo, kakaktua, nuri, merpati, burung dewata, dan angsa.
Anoa
2) Pembagian
Fauna Menurut Weber
Banyak
ahli yang melakukan telaah tentang persebaran jenis hewan di Indonesia dengan
membuat garis batas yang berbeda-beda. Salah satu ahli adalah Weber, ia
menentukan batas dengan imbangan perbandingan hewan Asia dan Australia 50 : 50.
Weber menggunakan burung dan hewan menyusui sebagai dasar analisisnya, tetapi
tidak setiap binatang yang dijadikan dasar memiliki garis batas yang sama.
Contohnya, hewan melata dan kupu-kupu Asia menembus lebih jauh ke arah timur
daripada burung dan siput. Garis batas antara Indonesia bagian barat dengan bagian tengah disebut garis
Wallace dan garis batas antara Indonesia bagian timur dengan bagian tengah
disebut garis Weber.
3) Pembagian
Fauna Menurut Lydekker.
Ahli lain, yaitu
Lydekker, menentukan batas barat fauna Australia dengan menggunakan garis
kontur dan mengikuti kedalaman laut antara 180 – 200 meter, sekitar Paparan
Sahul dan Paparan Sunda. Hal ini sama dengan Wallace yang menentukan batas
timur fauna Asia. Adanya perbedaan fauna antara wilayah Indonesia bagian
barat dan timur karena kedua wilayah itu terpisah oleh perairan yang cukup luas
dan dalam, dan kedalaman lautnya lebih dari 1000 meter. Laut yang dalam
tersebut sebagai pemisah antara kedua wilayah, sehingga fauna pada
masing-masing wilayah berkembang sendiri-sendiri.
B.
Pembagian
Wilayah Berdasarkan Iklim
Iklim di dunia
(bumi) ditentukan oleh matahari sehingga sering disebut iklim matahari.
Banyak sedikitnya sinar matahari yang diterima oleh permukaan bumi karena
perbedaan garis lintang menjadi dasar suatu iklim di wilayah tertentu.
Daerah yang memiliki garis lintang kecil, maka akan sinar matahari
banyak diterima daerah tersebut dan sebaliknya semakin besar garis
lintang, maka semakin sedikit menerima sinar matahari. Pada bagian awal telah
kita bicarakan bahwa iklim merupakan rata-rata kondisi cuaca tahunan yang
meliputi wilayah relatif luas. Untuk mengetahui tipe iklim suatu tempat,
diperlukan rata-rata data cuaca tahunan seperti suhu, kelembapan udara, pola
angin, dan curah hujan minimal 10–30 tahun. Selain data cuaca, indikasi lain
yang dapat dijadikan salah satu penentu tipe iklim adalah vegetasi alam
(tetumbuhan) yang mendominasi suatu daerah, misalnya hutan tropis, hutan gugur
daun, atau vegetasi konifer (hutan berdaun jarum). Banyak para ahli ilmu cuaca
dan iklim yang mencoba membuat klasifikasi iklim dengan berbagai dasar dan
keperluan. Tiga orang di antara para ahli tersebut adalah Wladimir
Koppen, Schmidt-Ferguson, dan Junghuhn.
1. Iklim Menurut Schmidt–Ferguson
Schmidt–Ferguson
mengklasifikasikan iklim berdasarkan jumlah rata-rata bulan kering dan jumlah
rata-rata bulan basah. Suatu bulan disebut bulan kering, jika dalam satu bulan
terjadi curah hujan kurang dari 60 mm. Disebut bulan basah, jika dalam satu
bulan curah hujannya lebih dari 100 mm.
Iklim Schmidt dan
Ferguson sering disebut juga Q model karena didasarkan atas nilai Q. Nilai Q
merupakan perbandingan jumlah rata - rata bulan kering dengan jumlah rata-rata
bulan basah. Nilai Q dirumuskan
Q = Jumlah rata - rata bulan kering
Jumlah rata - rata bulan basah
Nilai Q ditentukan dari perhitungan rata-rata
bulan kering dan bulan basah selama periode tertentu, misalnya 30 tahun. Maka tabel dibawah ini menjadi pedoman untuk teori Schimdt-Ferguson.
2. Iklim
Menurut Oldeman
Penentuan
iklim menurut Oldeman menggunakan dasar yang sama dengan penentuan iklim
menurut Schmidt-Ferguson, yaitu unsur curah hujan. Bulan basah dan bulan kering
dikaitkan dengan kegiatan pertanian di daerah tertentu sehingga penggolongan
iklimnya disebut juga zona agroklimat. Misalnya, jumlah curah hujan sebesar 200
mm tiap bulan dipandang cukup untuk membudidayakan padi sawah. Sedang untuk
membudidayakan palawija, jumlah curah hujan minimal yang diperlukan adalah 100
mm tiap bulan. Selain itu, musim hujan selama 5 bulan dianggap cukup untuk
membudidayakan padi sawah selama satu musim.
Dalam metode ini, dasar
penentuan bulan basah, bulan lembap, dan bulan kering sebagai berikut:
- Bulan basah, apabila curah hujannya > 200 mm.
- Bulan lembap, apabila curah hujannya 100–200 mm.
- Bulan kering, apabila curah hujannya < 100 mm.
Berdasarkan bulan basah, Oldeman menentukan lima klasifikasi iklim atau daerah agroklimat utama seperti tabel berikut ini.
3. Iklim
Koppen
Seorang ahli klimatologi dari Universitas Graz Austria, Wladimir Koppen (1918) mencoba membuat sistem peng golongan iklim dunia berdasarkan unsur-unsur cuaca, meliputi intensitas, curah hujan, suhu, dan kelembapan. Klasifikasi iklim Koppen menggunakan sistem huruf. Huruf pertama dalam sistem klasifikasi iklim Koppen terdiri atas 5 huruf kapital yang menunjukkan karakter suhu atau curah hujan. Kelima jenis iklim tersebut adalah sebagai berikut:
1) Iklim
A (Iklim tropis), ditandai dengan rata-rata suhu bulan terdingin masih
lebih dari 18°C. Adapun rata-rata kelembapan udara senantiasa tinggi.
2) Iklim
B (Iklim arid atau kering), ditandai dengan rata-rata proses
penguapan air selalu tinggi dibandingkan dengan curah hujan yang jatuh, sehingga
tidak ada kelebihan air tanah dan tidak ada sungai yang mengalir secara
permanen.
3) Iklim
C (Iklim sedang hangat atau mesothermal), ditandai dengan
rata-rata suhu bulan terdingin adalah di atas -3°C, namun kurang dari 18°C.
Minimal ada satu bulan yang melebihi ratarata suhu di atas 10°C. Iklim C
ditandai dengan adanya empat musim (spring, summer, autumn, dan winter).
4) Iklim
D (Iklim salju atau mikrothermal), ditandai dengan rata-rata
suhu bulan terdingin adalah kurang dari –3°C.
5) Iklim
E (Iklim es atau salju abadi), ditandai dengan rata-rata suhu
bulan terpanas kurang dari 10°C. Di kawasan iklim E tidak terdapat musim panas
yang jelas.
Huruf kedua menunjukkan tingkat kelembapan, tingkat
kekeringan, atau kebekuan wilayah. Untuk
tipe iklim A, C, dan D huruf keduanya antara lain:
- huruf f menunjukkan lembap,
ditandai dengan curah hujan cukup setiap bulan dan tidak terdapat musim kering;
- huruf w menandai periode musim
kering jatuh pada musim dingin (winter);
- huruf s menandai periode musim
kering jatuh pada musim panas (summer);
- huruf m menunjukkan muson, ditandai
dengan adanya musim kering yang jelas walaupun periodenya pendek.
Khusus untuk tipe
iklim B, huruf keduanya adalah:
- huruf s (steppa atau semi arid),
ditandai dengan rata-rata curah hujan tahunan berkisar antara 380 mm – 760 mm,
dan
- huruf w (gurun atau arid), ditandai
dengan rata-rata curah hujan tahunan kurang dari 250 mm.
Khusus untuk tipe iklim E, huruf
keduanya adalah
- huruf t artinya tundra,
- huruf f artinya salju abadi
(senantiasa tertutup es);
- huruf h artinya iklim salju
pegunungan tinggi.
4. Iklim
Junghun
Junghuhn
mengklasifikasikan iklim berdasarkan ketinggian tempat dan mengaitkan iklim
dengan jenis tanaman yang tumbuh dan berproduksi optimal sesuai suhu di
habitatnya. Junghuhn mengklasifikasikan iklim menjadi empat seperti yang
ditunjukkan gambar berikut ini.
C.
Pembagian
Wilayah Untuk Penyebaran Binatang
Persebaran hewan dan
tumbuhan di Indonesia dibagi menjadi tiga kelompok atau zona yang berbeda yaitu
terdiri atas: Zona orientalis/kawasan barat (Benua Asia) Zona australis/
kawasan timur (Benua Australia) Zona peralihan Penyebaran ini telah diselidiki
oleh Alfred Rusell Wallace seorang ahli zoologi dari Inggris dan seorang
ilmuwan ahli zoologi dari Jerman yaitu Weber. Perbedaannya, Wallace mengamati
hewan di bagian barat Indonesia, sedangkan Weber mengamati di bagian timur
Indonesia. Pengamatan dari kedua ahli zoologi tersebut, terdapat pembagian
penyebaran hewan di bagian barat dan timur. Hal ini ditunjukkan dengan
dibuatnya garis pemisah abstrak, yaitu garis Wallace (garis yang membelah Selat
Makassar menuju ke selatan hingga Selat Lombok) dan garis Weber (garis pembatas
yang berada di sebelah timur Sulawesi memanjang ke utara menuju Kepulauan Aru).
Pembagian penyebaran tersebut menimbulkan adanya daerah peralihan.
1)
Zona Orientalis
(Wilayah Barat Indonesia)
Zona
orientalis meliputi wilayah bagian barat Indonesia. Jenis-jenis hewan pada zona
ini memiliki kemiripan dengan jenis hewan di Benua Asia yang terdiri atas
banyak spesies mamalia berukuran besar seperti gajah, banteng, badak, macan
kumbang dan harimau serta terdapat berbagai jenis kera seperti orang utan,
bekantan, tarsius, dan loris hantu.
Orang Utan
2) Zona
Australis (Wilayah Timur Indonesia)
Zona Australasia meliputi wilayah timur
Indonesia. Jenis-jenis hewannya memiliki kemiripan dengan jenis hewan di
Benua Australia terdiri atas mamalia berukuran kecil atau hewan berkantung
seperti kuskus, bandicot, oposum, dan kanguru jenis berkantung dan musang berkantung
di Maluku bagian timur dan Irian Jaya. Jenis burung memiliki beragam warna
seperti burung cendrawasih yang terdapat banyak di Papua dan sedikit di Maluku. Daerah di wilayah Indonesia Timur
terkenal sebagai dunia burung. Terdapat 28 jenis burung berbulu, misalnya
burung cendrawasih, kakak tua berjambul dan kasuari.
Burung Kasuari
3) Zona
Peralihan (Wilayah Tengah Indonesia)
Zona peralihan merupakan wilayah yang terdapat
keanekaragaman hayati berasal dari zona orientalis dan zona australis. Zona ini
meliputi wilayah tengah Indonesia yaitu Sulawesi dan Nusa Tenggara. Di
Indonesia bagian tengah terdapat hewan khas Indonesia seperti anoa (mirip lembu
dan hidup liar) di Sulawesi, babirusa dengan taring panjang dan melengkung
terdapat di Sulawesi dan Maluku bagian barat, komodo sisa fauna purba di Pulau
Komodo, burung maleo yang sangat langka terdapat di Sulawesi dan Kepulauan
Sangihe.
Komodo
Sumber:
http://www.zonasiswa.com/2016/05/persebaran-flora-dan-fauna-di-indonesia.html
http://www.materisma.com/2014/04/persebaran-keanekaragaman-hayati.html
Ferdinand F, Ariebowo. 2009. Praktis Belajar Biologi
1. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.
http://ilmuhutan.com/wilayah-persebaran-hewan-dan-tumbuhan-di-indonesia/
http://padamu.net/pembagian-wilayah-iklim-di-dunia
http://budisma.web.id/materi/sma/geografi/klasifikasi-iklim/
http://www.materisma.com/2014/04/persebaran-keanekaragaman-hayati.html
Komentar
Posting Komentar